Kamis, 13 November 2008

Cuma dongeng

Ini adalah sedikit dari cerita dongeng yang sempat ada dikalangan anak-anak dimasa penulis merupakan bagian dari era dimana media yang ada belum sekomplit yang ada sekarang ini.
Tulisan ini ditulis berdasarkan cerita lisan dari orang-orang tua yang kebetulan tahu mengenai cerita ini, dan diceritakan dengan gaya bahasa dari penulis. Yang kononnya merupakan cerita yang dituturkan turun temurun disetiap generasi.
Karena ceritanya cukup menarik maka penulis menambahkan dalam karya tulis ini , yang antaranya :
1.Oh manisnya air ini.
Cerita ini menceritakan tentang asal muasal salah Satu minuman tradisional dari pohon aren “Saguer atau Upe”
2.Kelompingan .
Kisah ini adalah kisah dimana ada seorang yang jahat yang suka memakan anak kemudian pada akhirnya memakan anaknya sendiri. Cerita ini bertujuan untuk menakuti anak pada waktu itu supaya tidak “pontar” = suka jalan sesuka hati.
3. Lombangan.
Menceritakan kisah seorang anak yang kuat makan, yang karena dianggap merugikan, orang tuanya bermaksud untuk membunuh anak itu yang akhirnya membawa berkat buat keluarganya.
Semoga cerita ini bisa membawa suasana baru, dan kita bisa menarik atau mengambil hikmah dari cerita ini sekaligus menghibur.











OH …..MANISNYA AIR INI ?
JENIS : CERITA RAKYAT
KARYA : NOVI R, atas dasar cerita lisan Samuel Assa
Adalah suatu kisah yang pernah terjadi di tanah Minahasa sebuah peristiwa yang kononnya merupakan asal muasal kenapa nirah itu disebut “UPEH” atau saguer.
Ceritanya begini, dahulu kala dimana tanah Minahasa masih merupakan hutan belantara hiduplah satu populasi manusia yang ingin meningkatkan taraf hidupnya. Sebagai solusi mereka ingin membuat suatu kampung yang mereka ingin jadikan tanah harapan, tanah yang bisa mewujudkan segala iming-iming mereka yang sangatlah mereka dambakan yaitu hidup rukun dan makmur.
Suatu peristiwa terjadi takkala mereka membuka hutan yang masuh perawan itu. Yang sebelumnya belum pernah terjamah tangan manusia. Mereka menebang pohon satu demi satu, satu, dua, tiga pohonpun jatuh saling menimpah sehinggga menimbulkan suatu irama musik yang acak layaknya petikan gitar musik trash rock yang lumayan indah. Setelah satu-persatu kayu-kayu itu jatuh bergelimpangan, sudah barang tentu tidak di biarkan begitu saja , kayu-kayu itu di bersihkan dan disandarkan pada pohon-pohon yang belum ditebas dengan maksud agar supaya pohon-pohon yang baru ditebang itu cepat kering dan bisa dijadikan sebagai bahan bakar, dan diantara pohon itu yang dijadikan tempat sandaran itu terdapat satu pohon “NA’KEL”(pohon nirah), yang tanpa di sengaja setiap kali kayu-kayu itu disandarkan membentur dan memukul keras batang/tangkai buah pohon aren itu. Dan hari demi hari peristiwa semacam ini terjadi berulang-ulang, yang berlangsung selama beberapa minggu berturut-turut.
Sudah diketahui dengan pasti di hutan hidup berbagai macam species binatang , dimana suatu saat salah satu species yang hidup dihutan ini adalah tikus, binatang pengerat yang satu ekor diantaranya waktu itu dalam kondisi lapar dan si tikuspun keluar dari sarangnya hendak mencari sesuatu yang bisa dijadikan santapan malamnya, yang mungkin saking laparnya tikus ini tak pelak lagi ia langsung menggigit tangkai buah na’kel itu, dalam sekejap itupun keluarlah tetesan air yang berwarnah putih berbuih (saguer) . Dan malam telah berganti siang ketika kokok ayam jantaan itu memecah kebisingan pagi buta . Orang-orang yang capai itu , setelah beristirahat semalaman lamanya bangun dari tidur dan mimpinya yang indah, bergegas dan bersiap lagi unutk melakukan kegiatan sehari-harinya.
Hari itu matahari bersinar cerah tak berawan sehingga bisa cahayanya menembus langsung ke bumi tanpa terhalangi. Cahayanya itu menimpulkan panas yang menyengat kulit membakar sekujur tubuh yang basah akan keringat, yang konsekwensinya juga orang itupun cepat letih dan menciptakan keinginan beristirahat untuk melepaskan rasa penatnya. Ia merebahkan tubuhnya diatas tanah yang berumput indah tepat dibawah pohon na’kel itu, yang mana dimalam yang baru lalu telah terjadi peristiwa kecill sehingga na’kel itu meneteskan air putih berbuih. Tanpa disadari ketika sedang lelapnya ia beristirahat ,dari atas pohon itu menetes sedikit demi sedikit air dan jatuh persis di mulutnya, karena pada dasarnya mempunyai alat rasa yang sensitive maka berfungsilah salah satu indera itu ditambah rasa ingin tahu yang besar maka sekali,lagi ia mencicipinya.
“oh… ka numanan rano ya’ai, rano sapa se tana’ai, ehm… numanam keli” guman orang itu.
Karena saking gembiranya orang itu maka dengan secepat kijang ia melesat lari mendapatkan rekan-rekannya. Dengan dialeg Tontemboan ia mengeluarkan kata-kata “ E… karapi kumi’it mai kerapiku, epe’en nange rano mati’is aniyo, mayo epe’en ke miyo..!’.
Dan hari demi haripun berlalu, setiap orang yang lewat disitu, bila ingin mencoba mereka selalu berkata, ‘ Me’pe ke tare…” dari peristiwa itupun berlanjut dan terjadi berulang-ulang. Yang pada akhirnya air nirah itu dipendekkan penyebutannya menjadi “ Upeh “ yang berasal dari kata “Me’pe’ yang artinya coba.







LOMBANGAN
Cerita oleh Novi R, ditulis berdasarkan cerita lisan dari Semuel Assa.
Adalah suatu peristiwa yang terjadi diwaktu yang telah silam, konon hiduplah sebuah keluarga miskin yang tinggal dihutan yang ada ditanah Tompakewa ini.
Adapun peristiwa ini, yang mana keluarga yang dimaksud mempunyai seorang anak yang baru berusia kurang lebih tujuh tahunan, dan diketahui anak ini sangatlah rakus dan banyak makannya. Sehinga membuat kedua orang tuanya pusing tak kepalang tanggung dibuatnya. Mana lagi hidup mereka dalam belenggu kemiskinan bak hidup dalam neraka layaknya, seperti sudah jatuh ketimpa tangga lagi, tapi begitulah adanya.
Bila tiba waktunya makan dibenak kedua orang tuanya selalu ada kata tanya ‘ Kebagiankah kita nanti ? ‘, itulah yang selalu dan selalu menghantui langkah hidup mereka. Sehingga persediaan makanan itupun lama-kelamaan semakin menipis, bersamaan dengan bergulirnya waktu semua sisa persediaan makanan itupun habis, semua itu menjadi santapan anak mereka.
Suatu saat timbul niat orang tuanya untuk melenyapkan anak tersebut dimuka bumi ini. Pikir-pikir memang sebuah rencana yang terkutuk… ia ngak ?.
Kedua orang itu berkeyakinan bila si Lombangan (anak mereka ) itu mati, maka mereka tidak akan susah lagi dibuat Lombangan. Itulah keyakinan merekan.
Setelah rencana itu sudah dipersiapkan, dipikirkan dengan matangnya kedua orang itupun tidur. Setelah bunyi kokok ayam jantan bersahutan menandakan hari telah siang ,dan tak biasanya orang tua Lombangan menyiapkan makanan yang banyak ,tapi kali ini segala yang lezat-lezat disiapkan ibunya dan semuanya khusus di buat hanya untuk Lombangan seorang.
Segala sesuatu telah siap maka berangkatlah mereka bertiga kehutan yang rutinnya mereka kerjakan setiap hari,dan setelah melalui semak belukar sampailah mereka disebuah lembah dimana tempat yang telah direncanakan . Lombangan di panggil orang tuanya pergi kesebuah lembah yang jauhnya diarah atasnya mereka telah siapkan sebuah batu yang sangatlah besar.
“Lombangan tinggallah kau sebentar disini yah….?”, suara orang tuanya. Lombangan menuruti perintah orang tuanya.
“Kau makanlah makanan ini ayah dan ibu tak akan lama !”.
Dengan segala senang hati Lombangan menganggukkan kepalanya tanda setuju. Dalam benak Lombangan “ mimpi apa aku semalam hari ini ibu baik sekali membuatkan makanan yang banyak dan lezat begini “.
Dan berangkatlah kedua orang tua itu keatas dimana batu itu disisapkan .Dengan ekstra tenaga mereka mendorong batu itu kebawah, dan menimpa si Lombangan yang lagi membuat pesta kecil-kecilan itu.
Batu itu telah menimpa tubuh Lombangan, dan hati kedua orang tua itu tak terlukiskan gembiranya seakan baru lepas dari kekangan dan belenggu, yang selama ini menjadi momok dalam kehidupan mereka. Dengan perasaan sukacita merekapun pulang ke rumah.
Siang telah berganti malam, dan begitu capeknya kedua orang itu merekapun terlelap. Disaat waktu telah larut tiba-tiba mereka dikejutkan dengan ketukan pintu,
“Ma, siapa gerengan itu? , buka suara si ayah
“Ibupun menjawab tak tahulah !”
Keduanya penasaran, dan pintupun dibuka. Betapa kagetnya kedua orang ini , melihat kemustahilan yang baru mereka saksikan. Sambil menangis Lombangan pun berkata “Ma……Pa…… kenapa sih Lombangan mau dibunuh , apa salah saya ?
Kepala kedua orang tua itu tertunduk ,tanda penyesalan.Tak kuasa mereka menjawab pertanyaan itu, hanya ada penyesalan akan apa yang baru mereka lakukan .
Dari keheningan itu kita belum mengetahui bagaimana kira-kira sehingga Lombangan bisa lepas dari maut itu, nah timbullah pertanyaan bagaimana ya ?
Ceritanya begini,
Ternyata batu yang digilingkan itu,yang dikira telah menimpa Lombangan tidaklah menimpanya akan tetapi malahan ia menangkap batu itu yang kemudian dilemparkannya kearah selatan mata angin yang kemudian tetancap ketanah sehingga membuat sebuah lubang yang menyerupai goa (yang sekarang ini goa itu bisa kita lihat di lokasi perkebunan yang namanya PARARANGEN yang artinya didaki, dan tempat ini juga merupakan tempat wisata yang menarik dimana tidak jauh dari tempat ittu ada sebuah bahkan lebih air terjun yang tinggi . Yang merupakan salah satu obyek wisata dari Sulawesi Utara/Pancuran Sembilan).
Dan akhirnya, si Lombangan diterima kembali dalam keluarga itu dan iapun tumbuh dewasa menjadi seorang pemuda yang perkasa, kuat dan tampan. Dan dengan kekuatannya itu yang supranatural ia membantu kedua orang tuanya untuk berkebun dan alhasil mereka menjadi orang yang kaya raya, yang berkelimpahan dan semua kebutuhan hidup selalu terpenuhi.










KELOMPINGAN
Cerita ini diceritakan lisan oleh Mintje Lolowang
Dahulu kala dimana kehidupan masih bersifat kanibalisme. hiduplah manusia yang perawakan besar dan menakutkan rupanya. Orang itu bernama “MAMUIS”, dan ia mempunyai seorang anak laki-laki dengan nama “KELOMPINGAN” Mamuis ini gemar sekali memakan daging anak-anak. Telah banyak anak-anak- yang jadi santapannya, dan telah banyak pula yang ia tampung didalam kurungannnya.
Seperti biasanya Mamuis keluar hutan menelusuri kampung demi kampung mencari anak yang bisa dimakan. Sebelum ia berangkat ia berpesan pada Kelompingan “Pangeren nange esa toyaan angkurungan wo siwong, oka kalupa’angmu, ta’aneyen sama…..? Dan Kelompingan menjawab ”en pak ema’anokaku ,pokoknya numanam keli sasiwongku ”.
Maka berangkatlah bapaknya itu melakukan rutinitas sehari-harinya. Tentulah sebagai anak yang baik dan dengar-dengaran si Kelompingan melaksanakan apa yang telah didelegasikan kepadanya.
Ketika kebingungan memilih satu diantara mereka yang akan dimasak , dengan tiba-tiba seorang dari mereka berkata “ Hai….. pilihlah sendiri didalam , jangan dari luar saja , carilah yang paling gemuk diantara kami “.
Dan dibukanyalah pintu kurungan itu, setelah pintu dibuka dan ia telah didalam kurungan. Dengan tidak diduga-duga Kelompingan, anak-anak yang dalam kurungan itu langsung menyerbu dan mencingcang tubuh kelompingan . Nah matilah si kelompingan. Dimasaknyalah si Kelompingan dan setelah makanan itu matang, tak lama kemudian datanglah si Mamuis, ia langsung melahap makanan yang di kiranya adalah masakan kelompingan.
“Ah……..lezat sekali, kelompingan memang mengerti akan seleraku , guman Mamuis.
Sementara dengan lahapnya ia maka terdengarlah suara koor anak-anak dengan menyanyi, “sera-seraan nange sikelompingan niyou kele oka niyou cincin ni kelompingan”. Berulang-ulang kali mereka menyanyikannya. Hingga timbulah perasaan yang tidak enak dalam benaknya.
Apakah makanan yang kumakan ini adalah anakku ? Ternyata benar, tanpa disengaja ia menyendok makanan itu dan mendapatkan sebuah cincin yang begitu ia kenal pemiliknya, cincin itu milik Kelompingan.
Betapa marahnya Mamuis dan iapun mencari dan mengejar anak-anak itu, tapi walaupun segala kekuatannya ia kerahkan anak-anak itu tidak terkejar hanya suara nyanyian yang sama, yang ia dengar dari kejauhan. Kembalilah Mamuis ketempatnya ia menangis dan menyesal . Sejak saat itu ia tidak lagi mecari anak-anak untuk dimakan. Dan untuk menebus rasa sesalnya ia sudah tidak mau makan lagi . Dan lama kelamaanpun ia menjadi kurus dan tidak terurus, lalu matilah Mamuis dengan segala penyesalannya.

Tidak ada komentar: